Apa itu disaster recovery (DR) site?

Disaster recovery (DR) site adalah fasilitas yang bisa digunakan sebuah organisasi untuk memulihkan dan mengembalikan infrastruktur teknologi serta operasional mereka ketika data center utama tidak dapat digunakan.

Pemilihan jenis DR site yang dibutuhkan suatu organisasi dan lokasi penempatannya butuh perencanaan matang, termasuk pertimbangan antara biaya dan risiko. DR site sebaiknya selalu menjadi bagian dari business continuity plan.

Hot, warm, dan cold disaster recovery site

Lama waktu yang dibutuhkan sebuah DR site untuk mengambil alih layanan ketika terjadi kegagalan biasanya digambarkan dengan istilah seberapa “hot” atau “cold” site tersebut.

  • Pada hot site, organisasi punya akses ke data center yang sudah siap penuh dengan hardware, software, tenaga operasional, dan data. Site ini biasanya aktif 24/7 dan bisa langsung menggantikan primary site ketika terjadi bencana. Hot site bisa merespons gangguan mulai dari hitungan milidetik hingga beberapa jam.
  • Warm site adalah data center yang sudah dilengkapi perangkat, tapi belum memiliki data yang selalu update. Site ini punya sebagian atau semua infrastruktur seperti data center aktif (hardware, software, layanan jaringan, dan personel). Organisasi bisa menambahkan perangkat tambahan dan melakukan restore data ketika bencana terjadi. Warm site biasanya bisa aktif penuh dalam hitungan jam hingga hari.
  • Cold site hanya memiliki infrastruktur dasar untuk mendukung sistem IT, tapi tidak ada teknologi yang langsung siap dipakai sampai organisasi menjalankan DR plan dan menginstal perangkat. Cold site cocok untuk sistem bisnis yang bisa tolerate downtime lebih lama, atau dipakai sebagai tambahan kapasitas ketika hot dan warm site sudah berjalan. Cold site biasanya butuh waktu berminggu-minggu hingga berbulan-bulan untuk siap sepenuhnya.

Internal vs. external disaster recovery site

DR site bisa dikategorikan sebagai internal atau external. Internal site dimiliki dan dikelola langsung oleh organisasi, sedangkan external site dimiliki dan dioperasikan oleh penyedia pihak ketiga.

Internal DR site cocok untuk perusahaan dengan kebutuhan data yang besar dan target recovery time objective (RTO) yang agresif. Site ini biasanya berupa data center kedua yang berfungsi menjaga high availability data dan resource. Walau biaya operasionalnya tinggi, investasi ini bisa sangat berharga jika downtime menimbulkan kerugian finansial besar.

Kebanyakan internal DR site berupa hot site. Selain itu, site ini bisa digunakan untuk load balancing atau meningkatkan layanan di wilayah tertentu saat operasi normal, sekaligus siap menanggung beban penuh jika primary site gagal.

External DR site lebih murah secara operasional, tapi biasanya butuh waktu lebih lama untuk merespons outage. Layanannya bisa bervariasi, mulai dari full management dengan DR as a Service (DRaaS), sampai data center kosong yang bisa disewa (cold site).

Perusahaan juga bisa menggunakan cloud-based recovery site. Dengan cloud DR, kebutuhan ruang data center, infrastruktur, dan resource fisik bisa dikurangi. Opsi ini lebih murah dan realistis untuk perusahaan kecil, walau tetap ada tantangan terkait keamanan dan bandwidth.

Tipe lain dari DR site termasuk layanan mobile recovery dan colocation data center. Mobile recovery biasanya berupa trailer yang sudah dilengkapi perangkat IT khusus dan ditempatkan di lokasi yang sudah disiapkan, cocok untuk perusahaan yang tetap ingin beroperasi di area terdampak bencana. Sedangkan di colocation data center (carrier hotel), beberapa perusahaan bisa memasang perangkat jaringan, server, dan storage mereka sendiri, lalu terkoneksi dengan berbagai penyedia telekomunikasi maupun network service provider.

Memilih disaster recovery site

Ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih lokasi DR site. Faktor-faktor ini juga bisa dipakai untuk menilai apakah external site atau cloud DR site sesuai. Biasanya ada trade-off, jadi penting untuk menyesuaikan dengan target recovery dan rencana business continuity.

Banyak perusahaan sudah menyiapkan diri menghadapi gangguan kecil, tapi sering melupakan bencana besar yang lebih kompleks. Pelajari skenario utama bencana IT yang wajib diuji secara menyeluruh oleh tim disaster recovery.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *