Apa itu CAVE?

CAVE (Cave Automatic Virtual Environment) adalah sebuah lingkungan virtual reality (VR) berbentuk ruangan VR berbentuk kubus atau area berskala ruangan, di mana dinding, lantai, dan langit-langit berfungsi sebagai layar proyeksi. Pengguna bisa memakai headset VR atau heads-up display, lalu berinteraksi melalui perangkat input seperti wand, joystick, atau data glove.

Dalam sistem CAVE, grafis komputer berskala ruangan, teknologi motion-tracking, dan tampilan stereoskopis menciptakan lingkungan VR imersif bagi satu atau lebih pengguna. CAVE ditempatkan di dalam ruangan yang lebih besar dan dibuat benar-benar gelap saat digunakan.

Gambar tiga dimensi (3D) di dalam CAVE terlihat seolah melayang di udara. Headgear pengguna disinkronkan dengan proyektor, sehingga mereka bisa berjalan mengelilingi objek untuk melihat dari berbagai sudut. Sensor di dalam ruangan digunakan untuk melacak posisi pengguna dan menyesuaikan perspektif secara akurat.

Foto Cave Automated Virtual Environment di University of Leeds HIKER lab.
Integrator asal Prancis, ST Engineering Antycip, merancang Highly Immersive Kinematic Experimental Research (HIKER) Lab di University of Leeds, Inggris. Lab ini memungkinkan pengguna berinteraksi dengan berbagai lingkungan perkotaan dan kendaraan. Saat dipasang tahun 2019, lab ini menjadi simulasi pejalan kaki berbasis CAVE resolusi 4K terbesar di dunia.

Bagaimana cara kerja CAVE?

Ruangan VR adalah salah satu cara untuk menghadirkan pengalaman virtual reality. Teknologi yang lebih baru, yaitu room-scale VR, menggunakan kombinasi hardware dan software untuk menciptakan pengalaman VR dalam area tertentu yang sudah dikosongkan.

Gambar 1 di bawah ini adalah prototipe CAVE yang dapat digunakan sebagai laboratorium visualisasi elektronik. Dinding, lantai, dan langit-langitnya dilapisi material yang dapat menampilkan gambar serta grafis komputer melalui sistem proyeksi belakang, lampu overhead, dan teknologi tampilan lainnya. Dalam lingkungan ini, penggunaan kacamata VR mungkin tidak diperlukan, tergantung pada jenis pengalaman dan teknologi yang digunakan. Di luar ruangan terdapat perangkat kontrol, misalnya laptop dengan software VR, untuk menyiapkan dan menjalankan program.

Speaker bisa ditempatkan di dalam maupun di luar CAVE. Sistem haptic juga dapat ditambahkan untuk memberikan sensasi sentuhan, sehingga membuat lingkungan imersif terasa lebih nyata.

Prototipe Cave Automatic Virtual Environment
Gambar 1. Ruangan VR CAVE memiliki proyektor 3D yang menampilkan gambar di dinding, langit-langit, dan lantai.

Apa manfaat teknologi CAVE?

Lingkungan VR berbasis CAVE bisa bersifat menghibur sekaligus bermanfaat, misalnya saat mendemonstrasikan teknologi kepada manajemen senior atau produk kepada pelanggan. Teknologi ini digunakan dalam berbagai konteks, termasuk pelatihan dokter bedah hingga staf call center.

Sistem VR memberikan manfaat berikut:

  • Analisis data. Memudahkan proses visualisasi data secara real time.
  • Imersi penuh. Seluruh tubuh dan kesadaran peserta terlibat dalam proses penyampaian informasi.
  • Tampilan detail. Gambar 3D beresolusi tinggi, simulasi, dan display memberikan detail yang lebih kaya, sangat berguna untuk riset maupun pengembangan produk.
  • Kemudahan penggunaan. Pengalaman realistis bisa dicapai tanpa harus memakai perangkat seperti headset VR.
  • Data lebih kaya. Sistem dapat merekam interaksi antar anggota tim proyek atau dengan pelanggan, termasuk bahasa tubuh, pergerakan mata, dan indikator fisik lain yang menunjukkan bagaimana mereka merasakan pengalaman tersebut.

Asal-usul teknologi CAVE

Tim peneliti yang dipimpin oleh Carolina Cruz-Neira, Daniel J. Sandin, dan Thomas A. DeFanti mengembangkan CAVE pertama di University of Illinois at Chicago. Mereka mendemonstrasikannya pada konferensi SIGGRAPH tahun 1992.

Saat ini, CAVE digunakan untuk riset dalam berbagai disiplin ilmu, seperti arkeologi, arsitektur, seni, biologi, teknik, geometri, geologi, kedokteran dan kesehatan, meteorologi, hingga fisika.

Banyak universitas memiliki CAVE. Pada Mei 2007, peneliti dari University of Calgary di Alberta, Kanada, membuat CAVEman, atlas manusia 4D pertama. 4D mencakup tiga dimensi ruang ditambah waktu, sehingga peneliti bisa mensimulasikan perkembangan penyakit atau efek pengobatan seiring waktu.

Karena kata cave muncul dalam namanya, CAVE dikategorikan sebagai akronim rekursif. Nama ini merujuk pada allegory of the cave milik Plato, di mana para tahanan di dalam gua menafsirkan kejadian di luar hanya berdasarkan bayangan dan gema yang mereka lihat. Sebagian besar interpretasi alegori ini menekankan bahwa persepsi kita terhadap realitas bukanlah realitas itu sendiri, melainkan konstruksi mental yang dibangun pikiran kita.

Masa depan: CAVE ala Star Trek

Siapa pun yang pernah menonton serial fiksi ilmiah Star Trek: The Next Generation pasti tahu tentang holodeck. Ruangan simulasi holografis fiksi ini dianggap sebagai potensi masa depan teknologi CAVE. Saat memasuki holodeck di Star Trek, setidaknya satu peserta harus menjelaskan skenario dunia virtual yang diinginkan kepada komputer kapal, yang kemudian mengolahnya menjadi pengalaman visualisasi 3D.

Sistem fiksi ini melampaui sekadar memproyeksikan gambar di layar. Kru USS Enterprise bisa saling berinteraksi, bahkan dengan karakter simulasi 3D yang tampak seperti makhluk hidup nyata. Sama seperti keluar dari ruangan VR, pengguna di holodeck juga harus memberi perintah ke komputer kapal untuk mengakhiri simulasi agar pengalaman berakhir.

Lihat bagaimana beberapa organisasi menggunakan teknologi virtual reality saat ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *