Apa itu Tiered Storage?

Tiered storage adalah metode pengelolaan data dengan cara mengelompokkan data ke dalam kategori tertentu lalu menyimpannya di berbagai jenis media penyimpanan yang berbeda. Tujuan utamanya adalah menekan biaya penyimpanan dan meningkatkan performa serta ketersediaan aplikasi mission-critical. Dalam arsitektur tiered storage, data diklasifikasikan secara hierarkis berdasarkan nilai bisnisnya dan seberapa sering data itu diakses oleh user atau aplikasi.

Biasanya, data yang paling penting ditempatkan di media penyimpanan paling cepat (dan paling mahal). Misalnya, data yang benar-benar krusial akan disimpan di tier berperforma tinggi yang berisi SSD flash atau modul memori Intel Optane. Data yang kurang penting bisa disimpan di tier kedua yang menggunakan HDD, dan untuk data yang sifatnya arsip, bisa ditempatkan di tier ketiga seperti tape drive atau cloud storage.

Proses tiering ini merupakan bagian dari siklus Information Lifecycle Management (ILM).

Sejarah Tiered Storage

Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh IBM untuk komputer mainframe. Dulu, pemindahan data antar tier masih dilakukan secara manual, menggunakan kombinasi SAS dan SATA hard drive. Teknik seperti short stroking dan striping dengan konfigurasi RAID juga digunakan untuk meningkatkan performa.

Saat itu, sistem tiering sudah bisa mengakomodasi kebutuhan penyimpanan yang berbeda hanya dalam satu mainframe. Untuk fleksibilitas lebih, ditambahkan tier tambahan berupa tape library yang menyimpan data warm dan cold.

Dengan munculnya Hierarchical Storage Management (HSM), proses tiering jadi otomatis berkat software yang bisa memindahkan data secara dinamis antar sistem penyimpanan secara real time dan transparan bagi user.

Apa itu Multi-Tiered Storage?

Multi-tiered storage adalah pendekatan yang menggunakan beberapa jenis media penyimpanan untuk menampung berbagai tipe data. Jumlah tier tergantung pada kebutuhan masing-masing organisasi. Umumnya antara dua sampai lima tier.

Contohnya, data bisa dikelompokkan ke dalam: mission-critical, hot data, warm data, dan cold data. Maka, arsitektur penyimpanan bisa dibagi menjadi Tier 0 sampai Tier 3. Tier 0 untuk beban kerja paling penting, dan Tier 3 untuk data yang jarang diakses.

Strukturnya fleksibel, bisa ditambah atau dikurangi. Tapi prinsip dasarnya tetap: makin tinggi tier, makin penting dan aktif datanya; makin rendah tier, makin murah dan lambat storage-nya.

Beberapa perusahaan bahkan membagi Tier 1 atau Tier 2 jadi dua bagian untuk efisiensi. Tapi Tier 0 tetap menyimpan data dengan beban kerja paling berat, dan tier paling bawah menyimpan data yang jarang dipakai.

Apa itu Tiered Storage?

Tiered storage adalah metode pengelolaan data dengan cara mengelompokkan data ke dalam kategori tertentu lalu menyimpannya di berbagai jenis media penyimpanan yang berbeda. Tujuan utamanya adalah menekan biaya penyimpanan dan meningkatkan performa serta ketersediaan aplikasi mission-critical. Dalam arsitektur tiered storage, data diklasifikasikan secara hierarkis berdasarkan nilai bisnisnya dan seberapa sering data itu diakses oleh user atau aplikasi.

Biasanya, data yang paling penting ditempatkan di media penyimpanan paling cepat (dan paling mahal). Misalnya, data yang benar-benar krusial akan disimpan di tier berperforma tinggi yang berisi SSD flash atau modul memori Intel Optane. Data yang kurang penting bisa disimpan di tier kedua yang menggunakan HDD, dan untuk data yang sifatnya arsip, bisa ditempatkan di tier ketiga seperti tape drive atau cloud storage.

Proses tiering ini merupakan bagian dari siklus Information Lifecycle Management (ILM).

Sejarah Tiered Storage

Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh IBM untuk komputer mainframe. Dulu, pemindahan data antar tier masih dilakukan secara manual, menggunakan kombinasi SAS dan SATA hard drive. Teknik seperti short stroking dan striping dengan konfigurasi RAID juga digunakan untuk meningkatkan performa.

Saat itu, sistem tiering sudah bisa mengakomodasi kebutuhan penyimpanan yang berbeda hanya dalam satu mainframe. Untuk fleksibilitas lebih, ditambahkan tier tambahan berupa tape library yang menyimpan data warm dan cold.

Dengan munculnya Hierarchical Storage Management (HSM), proses tiering jadi otomatis berkat software yang bisa memindahkan data secara dinamis antar sistem penyimpanan secara real time dan transparan bagi user.

Apa itu Multi-Tiered Storage?

Multi-tiered storage adalah pendekatan yang menggunakan beberapa jenis media penyimpanan untuk menampung berbagai tipe data. Jumlah tier tergantung pada kebutuhan masing-masing organisasi. Umumnya antara dua sampai lima tier.

Contohnya, data bisa dikelompokkan ke dalam: mission-critical, hot data, warm data, dan cold data. Maka, arsitektur penyimpanan bisa dibagi menjadi Tier 0 sampai Tier 3. Tier 0 untuk beban kerja paling penting, dan Tier 3 untuk data yang jarang diakses.

Strukturnya fleksibel, bisa ditambah atau dikurangi. Tapi prinsip dasarnya tetap: makin tinggi tier, makin penting dan aktif datanya; makin rendah tier, makin murah dan lambat storage-nya.

Beberapa perusahaan bahkan membagi Tier 1 atau Tier 2 jadi dua bagian untuk efisiensi. Tapi Tier 0 tetap menyimpan data dengan beban kerja paling berat, dan tier paling bawah menyimpan data yang jarang dipakai.

Apa itu Tier 0 Storage?

Tier 0 adalah level paling atas dalam hierarki penyimpanan. Level ini hadir setelah adanya teknologi flash storage dan solid-state drive (SSD). Performanya jauh lebih tinggi dari Tier 1 dan biasa digunakan untuk aplikasi mission-critical yang sangat sensitif terhadap downtime atau latensi.

Contohnya, Tier 0 dipakai untuk database transaksi berskala besar di sektor finansial, kesehatan, atau keamanan. Media penyimpanannya bisa berupa SSD flash PCIe/NVMe, SCM seperti Optane, bahkan RAM untuk performa maksimal.

Meskipun Tier 0 adalah storage paling mahal, performa tinggi yang ditawarkan bisa membantu percepatan time-to-market dan potensi peningkatan revenue, sehingga worth it untuk kebutuhan yang tepat.

Apa itu Tier 1 Storage?

Tier 1 mendukung aplikasi penting yang masih butuh performa tinggi tapi tidak seketat Tier 0. Media penyimpanannya bisa kombinasi SSD dan HDD dalam bentuk hybrid storage. Beberapa sistem juga menggunakan NVDIMM sebagai in-memory storage tambahan.

Apa itu Tier 2 Storage?

Tier 2 biasanya menyimpan warm data seperti arsip email, laporan keuangan lama, atau data yang digunakan untuk analytics. Media penyimpanan cenderung lebih besar dan murah, misalnya SATA HDD, tape, atau cloud storage. Tier ini juga biasa digunakan untuk backup atau disaster recovery.

Apa itu Tier 3 Storage?

Tier ini untuk data cold yang jarang diakses, seperti data arsip jangka panjang untuk kepentingan regulasi atau keperluan sejarah. Biasanya disimpan di media paling murah seperti tape library atau object storage di hybrid cloud.

Apa itu Automated Storage Tiering?

Dulu tiering dilakukan manual, tapi sekarang otomatisasi banyak membantu. Sistem penyimpanan modern sudah punya fitur automated tiering yang bisa mindahin data antar tier sesuai kebijakan yang ditentukan secara otomatis dan real-time. Banyak juga software pihak ketiga yang support fitur ini.

Apa itu Optimized Tiering?

Optimasi tiering butuh klasifikasi data yang jelas. Ini penting buat menyesuaikan antara performa, biaya, dan kebutuhan aplikasi. Hanya sekitar 10%-20% data yang dianggap aktif (hot) pada satu waktu, jadi sisanya bisa dipindah ke tier lebih rendah untuk efisiensi.

Perbedaan Tiering vs. Caching

Tiering itu memindahkan data dari satu media ke media lain secara permanen tergantung pola akses, sedangkan caching itu menyimpan salinan sementara data di media cepat seperti DRAM untuk mempercepat akses. Jadi kalau tiering itu soal penempatan data jangka panjang, caching lebih ke jangka pendek dan sementara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *