Apa itu supply chain analytics?
Supply chain analytics merujuk pada proses yang digunakan organisasi untuk mendapatkan insight dan nilai dari sekumpulan data besar yang berkaitan dengan pengadaan, pemrosesan, dan distribusi barang. Supply chain analytics adalah elemen penting dalam manajemen rantai pasok (SCM).
Disiplin ini sudah ada lebih dari 100 tahun, tapi model matematika, infrastruktur data, dan aplikasi yang menunjangnya berkembang pesat. Model matematisnya makin canggih dengan teknik statistik terbaru, predictive modeling, dan machine learning. Infrastruktur datanya juga berkembang lewat cloud, complex event processing (CEP), dan internet of things (IoT). Aplikasinya pun makin luas dan bisa kasih insight lintas sistem seperti enterprise resource planning (ERP), manajemen gudang, logistik, dan enterprise asset management.
Tujuan utama dari software supply chain analytics adalah untuk ningkatin akurasi prediksi dan efisiensi, serta responsivitas terhadap kebutuhan pelanggan. Contohnya, analitik prediktif dari data terminal point-of-sale yang disimpan di demand signal repository bisa bantu perusahaan prediksi permintaan konsumen. Hasilnya? Pengelolaan stok jadi lebih hemat dan pengiriman lebih cepat.
Untuk dapetin visibility end-to-end di supply chain analytics, kita butuh lacak dari pengadaan bahan mentah sampai ke produksi, distribusi, dan layanan purna jual. Ini perlu integrasi yang efektif dengan berbagai platform SCM dan supply chain execution yang biasanya dipakai perusahaan. Tujuan akhirnya adalah supply chain visibility — kemampuan untuk melihat data barang di setiap langkah dalam rantai pasok.
Software supply chain analytics
Software supply chain analytics biasanya tersedia dalam dua bentuk: sudah tertanam di dalam software rantai pasok, atau sebagai tools business intelligence dan analytics terpisah yang bisa akses data supply chain. Mayoritas vendor ERP sekarang udah nyediain fitur supply chain analytics, begitu juga vendor SCM khusus. Bahkan beberapa konsultan IT juga bikin model software yang bisa dikustom dan diintegrasikan ke proses bisnis perusahaan.
Beberapa vendor ERP dan SCM mulai menerapkan CEP di platform mereka untuk analitik supply chain real-time. Kebanyakan vendor ERP dan SCM punya integrasi one-to-one, tapi belum ada standar tetap. Nah, SCOR model (supply chain operations reference) bisa jadi acuan standar buat bandingin performa supply chain dengan benchmark industri.
Idealnya, software analytics ini dipakai buat keseluruhan rantai pasok, tapi kenyataannya biasanya difokusin ke komponen operasional utama aja — kayak perencanaan permintaan, produksi manufaktur, manajemen stok, atau manajemen transportasi. Misalnya, analitik supply chain finance bisa bantu identifikasi biaya modal berlebih atau peluang buat ningkatin modal kerja. Analitik procure-to-pay bisa bantu nyari supplier terbaik dan ngasih peringatan dini soal anggaran yang kelebihan. Software analitik transportasi bisa prediksi dampak cuaca terhadap pengiriman.
Cara kerja supply chain analytics
Supply chain analytics nyatuin data dari berbagai aplikasi, infrastruktur, sumber pihak ketiga, dan teknologi terbaru seperti IoT untuk ningkatin pengambilan keputusan di seluruh proses strategis, taktis, dan operasional dalam manajemen rantai pasok. Supply chain analytics bantu nyinkronin perencanaan dan eksekusi supply chain dengan ningkatin visibility real-time ke proses dan dampaknya ke pelanggan dan performa bisnis. Visibility yang lebih tinggi juga bisa bikin rantai pasok lebih fleksibel karena pengambil keputusan bisa nilai trade-off antara biaya dan layanan pelanggan.
Proses bikin model analytics biasanya dimulai dari data scientist yang ngerti aspek tertentu dari bisnis, misalnya soal arus kas, inventaris, limbah, dan tingkat layanan. Mereka nyari korelasi antar elemen data untuk bikin model prediktif yang bisa optimalkan output dari rantai pasok. Model ini diuji coba sampai dapat hasil yang oke.
Kalau modelnya udah lolos uji, data engineer bakal deploy model ini ke produksi dengan memperhatikan skalabilitas dan performa. Data scientist, engineer, dan user bisnis bareng-bareng nyempurnain cara analitik data ini disajikan dan dijalanin dalam praktik. Model ini bakal terus ditingkatin berdasarkan performa di dunia nyata dan nilai bisnis yang dihasilin.
Fitur-fitur supply chain analytics
Software supply chain analytics umumnya punya fitur-fitur berikut:
- Visualisasi data. Analis bisa olah data dari berbagai sudut buat ningkatin pemahaman dan insight.
- Stream processing. Fitur ini ngasih insight dari banyak data stream yang dihasilkan IoT, aplikasi, laporan cuaca, dan data pihak ketiga.
- Integrasi media sosial. Analis bisa tingkatin perencanaan permintaan lewat data sentimen dari feed sosial.
- Pemrosesan bahasa alami (NLP). Analis bisa ekstrak dan susun data tak terstruktur dari dokumen, berita, dan feed data.
- Location intelligence. Insight dari data lokasi bantu optimalkan distribusi.
- Digital twin dari supply chain. Data disusun jadi model lengkap supply chain yang bisa diakses berbagai user untuk ningkatin analitik prediktif dan preskriptif.
- Graph databases. Data disusun dalam elemen-elemen yang saling terhubung untuk bantu temukan pola, hubungan, dan lacak produk, supplier, serta fasilitas.
Jenis-jenis supply chain analytics
Biasanya, jenis-jenis utama dari supply chain analytics dibagi berdasarkan model empat kapabilitas dari Gartner: deskriptif, diagnostik, prediktif, dan preskriptif.
- Descriptive supply chain analytics pakai dashboard dan laporan buat jelasin apa yang udah terjadi. Ini bantu jawab pertanyaan kayak “Gimana perubahan stok bulan lalu?” atau “Berapa return on invested capital kita?”
- Diagnostic supply chain analytics bantu nyari tahu kenapa sesuatu terjadi atau kenapa performanya nggak maksimal. Misalnya, “Kenapa pengiriman sering telat atau hilang?” atau “Kenapa perputaran stok kita lebih rendah dari kompetitor?”
- Predictive supply chain analytics bantu prediksi apa yang mungkin terjadi di masa depan berdasarkan data saat ini. Contoh: “Gimana dampak regulasi dagang baru atau lockdown terhadap ketersediaan bahan baku?”
- Prescriptive supply chain analytics bantu ngasih atau otomatisin keputusan terbaik dengan optimisasi atau logika keputusan yang tertanam. Misalnya, kapan waktu terbaik buat launching produk, perlu nggak bangun pabrik baru, atau strategi pengiriman paling efisien buat tiap lokasi retail.
Cara lain untuk mengklasifikasikan jenis-jenis supply chain analytics adalah berdasarkan bentuk dan fungsinya. Firma konsultasi Supply Chain Insights, misalnya, membagi jenis-jenis supply chain analytics ke dalam fungsi-fungsi berikut:
- Workflow.
- Decision support.
- Collaboration.
- Unstructured text mining.
- Structured data management.
Dalam model ini, tiap jenis analitik saling terhubung dan jadi bagian dari proses berkelanjutan dari hulu ke hilir untuk ningkatin manajemen rantai pasok.
Contohnya, suatu perusahaan bisa pakai text mining buat ngolah data mentah dari kontrak, sosial media, dan berita jadi data yang lebih terstruktur dan relevan buat supply chain. Data yang udah lebih rapi ini nantinya bisa bantu otomatisasi dan ningkatin workflow, kayak proses procure-to-pay. Karena workflow digital lebih gampang dicatat dibanding proses manual, datanya pun lebih lengkap buat mendukung sistem pengambilan keputusan. Dukungan keputusan yang lebih baik nantinya bisa tingkatkan kolaborasi antar departemen kayak pengadaan dan manajemen gudang, atau bahkan antar mitra supply chain.
Teknologi lain juga mulai bermunculan buat ningkatin model prediktif dalam supply chain analytics. Contohnya, organisasi udah mulai pakai process mining buat analisis bagaimana proses bisnis dijalankan. Jenis analitik proses ini bisa dipakai buat bikin digital twin dari organisasi yang bantu ngidentifikasi peluang otomatisasi di bidang pengadaan, produksi, logistik, dan keuangan. Augmented analytics memungkinkan pengguna bisnis nanya langsung pakai bahasa sehari-hari, dan sistem bakal kasih jawaban dalam bentuk ringkasan. Sementara graph analytics bisa bantu memetakan hubungan antar entitas di supply chain, misalnya gimana perubahan di pemasok tier 3 bisa berdampak ke pemasok tier 1.
Supply chain analytics uses
Sales and operations planning pakai supply chain analytics buat nyocokin pasokan pabrikan dengan permintaan pasar, dengan bikin rencana yang selaras antara operasi harian dan strategi bisnis secara keseluruhan. Selain itu, supply chain analytics juga dipakai buat:
- Naikin margin dan nurunin biaya dengan manfaatin visibilitas data real-time buat deteksi inefisiensi, ketidaksesuaian, dan peluang penghematan.
- Meningkatkan manajemen risiko dengan identifikasi risiko yang udah diketahui dan prediksi risiko baru dari pola dan tren dalam supply chain.
- Naikin akurasi perencanaan lewat analisis data pelanggan buat tahu faktor yang naikin atau nurunin permintaan.
- Perbaiki manajemen pesanan lewat konsolidasi sumber data buat cek level inventaris, prediksi permintaan, dan identifikasi masalah pengiriman.
- Optimasi pengadaan dengan mengelola dan analisis pengeluaran lintas departemen buat ningkatin negosiasi kontrak dan cari alternatif pasokan.
- Naikin modal kerja lewat model yang lebih baik buat nentuin level inventaris ideal biar bisa tetap memenuhi target layanan dengan investasi seminimal mungkin.
Tools for supply chain analytics
Ada banyak tools yang bisa dipakai oleh analis rantai pasok buat analisis ad hoc, ambil keputusan, dan problem-solving. Beberapa contohnya (nggak urut ya):
- Aptos Enterprise Analytics.
- IBM Cognos Analytics.
- Infor Birst.
- Oracle PeopleSoft Supply Chain Analytics.
- Qlik Supply Chain Analytics.
- SAP Supply Chain Analytics.
- SAS Supply Chain Intelligence.
- Tableau Software Supply Chain.
- Tibco Spotfire.
History of supply chain analytics
Akar dari supply chain analytics bisa ditelusuri ke karya Frederick Taylor lewat bukunya tahun 1911, The Principles of Scientific Management, yang jadi dasar dari teknik industri modern dan manajemen supply chain. Teknik Taylor ini diadopsi sama Henry Ford buat bikin jalur perakitan modern dan sistem supply chain yang lebih efisien.
Perkembangan komputer mainframe ikut bantu, terutama lewat kontribusi peneliti IBM, Hans Peter Luhn, yang dianggap mencetuskan istilah business intelligence lewat paper-nya tahun 1958. Ini jadi fondasi awal dari beragam jenis analitik data, termasuk buat supply chain.
Tahun 1963, Prof. Bud La Londe dari Ohio State University nyaranin supaya manajemen distribusi fisik disatukan dengan pengadaan, produksi, dan manajemen bahan jadi satu kesatuan logistik bisnis. Di masa yang sama, konsultan seperti Stafford Beer juga eksplorasi konsep baru seperti viable systems model buat menyusun info bisnis dalam struktur hierarki. Akhirnya, awal 1980-an, lahirlah istilah supply chain management.
Di era internet 1990-an, muncullah Kevin Ashton, teknolog asal Inggris, yang memanfaatkan sensor RFID buat ngelacak barang-barang secara otomatis. Ia kemudian juga memperkenalkan istilah internet of things. Tim dari Stanford yang dipimpin David Luckham mengembangkan complex event processing (CEP) buat analisis data real-time di supply chain.
Lalu muncul cloud computing, yang memudahkan orkestrasi data dari banyak sumber. Data lake seperti Hadoop juga makin mempermudah integrasi data dari aplikasi, stream event, dan IoT ke dalam satu platform.
Belakangan, robotic process automation (RPA) mulai dipakai buat automasi tugas-tugas rutin dan integrasi data ke dalam analitik. Teknik AI seperti deep learning juga bantu ningkatin model supply chain, misalnya lewat pelacakan inventaris dengan machine vision dan otomatisasi pengelolaan kontrak dengan natural language understanding.
Future trends of supply chain analytics
Kedepannya, supply chain analytics bakal terus berkembang barengan dengan model-model analitik, struktur data, dan infrastruktur baru. Harapannya, sistem supply chain bisa jadi lebih otonom dan bisa adaptasi sendiri terhadap perubahan, mirip kayak mobil self-driving zaman sekarang. Kemajuan di bidang IoT, CEP, dan arsitektur streaming bakal bantu perusahaan dapet insight lebih cepat dari lebih banyak sumber data. AI juga bakal bikin insight prediktif makin akurat dan bisa langsung diterapkan ke dalam workflow.
Teknologi lain yang bakal berperan besar antara lain:
- Blockchain. Teknologi blockchain bikin visibilitas dan pelacakan supply chain jadi lebih transparan, dan mendukung smart contracts buat otomatisasi transaksi.
- Graph analytics. Teknologi ini bantu manajer supply chain buat analisis hubungan antar entitas dalam rantai pasok lewat kombinasi data event dan data supply chain.
- Hyperautomation. Teknologi hyperautomation mempercepat proses automasi supply chain, mulai dari identifikasi proses yang bisa diautomasi sampai manajemen prosesnya.