Digital transformation atau transformasi digital adalah proses integrasi teknologi berbasis komputer ke dalam produk, proses, dan strategi suatu organisasi. Transformasi ini dilakukan untuk meningkatkan interaksi serta layanan terhadap karyawan dan pelanggan, sehingga daya saing perusahaan bisa lebih baik. Di masa ekonomi yang menantang, efisiensi operasional dan optimalisasi biaya juga menjadi target utama dari transformasi digital.
Transformasi digital ini biasanya berskala besar, karena mencakup evaluasi dan perombakan di hampir semua aspek organisasi. Mulai dari rantai pasokan dan alur kerja, hingga kemampuan karyawan, struktur organisasi, interaksi dengan pelanggan, sampai nilai yang ditawarkan kepada para pemangku kepentingan.
Kalau transformasinya berhasil, hasilnya akan sangat positif dan berkelanjutan. Teknologi digital bikin perusahaan lebih gesit dalam memenuhi kebutuhan pelanggan—baik sekarang maupun di masa depan. Selain itu, transformasi digital juga membangun infrastruktur dan keterampilan yang dibutuhkan agar perusahaan bisa memanfaatkan teknologi yang terus berkembang, dan tentunya jadi keunggulan kompetitif.
Strategi digital transformation juga bikin perusahaan punya posisi yang lebih kuat untuk bertahan dan berkembang di masa depan, di mana teknologi adalah penggerak utama ekonomi.
Namun, perlu diingat juga bahwa transformasi ini bukan cuma soal adopsi teknologi. Ada perubahan budaya organisasi yang juga penting. Para pemimpin bisnis harus mampu membangun organisasi yang agile atau lincah, supaya siap menghadapi perubahan dan ketidakpastian yang kini jadi bagian permanen dari dunia korporat. Dengan begitu, perusahaan bisa lebih siap menghadapi perkembangan teknologi terbaru seperti artificial intelligence (AI). AI ini punya potensi besar buat ngubah cara kerja dan tujuan dari digital transformation itu sendiri.
“AI secara fundamental mengubah lanskap transformasi digital dengan merevolusi cara bisnis beroperasi,” kata Angelic Gibson, CIO dari AvidXchange, sebuah perusahaan fintech yang berbasis di Charlotte, N.C.
Mengapa Transformasi Digital Penting?
Proses digitization di masyarakat sebenarnya sudah dimulai sejak akhir abad ke-20, dan akselerasinya makin cepat di dua dekade pertama abad ke-21. Hal ini bikin kebutuhan akan transformasi digital di berbagai sektor makin mendesak.
Banyak organisasi saat ini merasa bahwa mereka harus segera beradaptasi dengan perubahan pasar yang dipicu oleh digitalisasi—kalau enggak, ya siap-siap tertinggal. Menurut laporan IDC, 82% organisasi percaya bahwa mereka “harus berinvestasi dalam digital transformation atau akan tertinggal.” Dalam Insight Intelligent Technology Report tahun 2023 yang melibatkan 1.000 eksekutif senior, hampir setengah responden menyebut bahwa kemampuan mengikuti inovasi teknologi adalah salah satu ancaman terbesar yang mereka hadapi dalam 12 bulan ke depan.
“Hasil surveinya menunjukkan kalau orang-orang sudah mulai siap lagi buat berinovasi,” kata Matt Jackson, Global CTO di Insight Enterprises.
Kebutuhan untuk berinovasi ini bisa kita lihat dari kasus Blockbuster LLC. Di awal 2000-an, mereka masih punya ratusan toko penyewaan video di seluruh dunia. Tapi sejak 2005, mereka mulai meredup karena munculnya pemain baru seperti Netflix yang memanfaatkan teknologi untuk menyajikan hiburan secara on-demand lewat layanan streaming. Contoh lainnya, digital disruption juga bisa dilihat dari bagaimana Amazon berubah dari toko buku online menjadi raksasa e-commerce yang merombak total industri ritel.
Contoh lebih baru lagi, kita bisa lihat banyak fintech yang menantang bank-bank konvensional, serta perusahaan fast fashion yang pakai AI untuk menyaingi brand pakaian besar yang udah lama eksis.
Fenomena tergesernya para pemimpin pasar lama ini diprediksi akan terus terjadi karena teknologi yang berkembang membuka peluang buat model bisnis baru, pengalaman pelanggan yang lebih menarik, produk dan layanan baru, serta inovasi lainnya.
Itulah kenapa banyak perusahaan sekarang meningkatkan belanja mereka untuk digital transformation. Menurut Grand View Research, pasar global untuk transformasi digital diperkirakan akan mencapai $4.6 triliun pada tahun 2030, dengan pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 26,7%.
What drives digital transformation?
Digital transformation pertama kali muncul lebih dari satu dekade lalu sebagai respons terhadap gangguan digital (digital disrupters). Dan sekarang, ancaman disrupsi masih jadi alasan utama kenapa organisasi memulai inisiatif transformasi digital. Tapi selain itu, ada juga alasan lain yang nggak kalah penting.
Misalnya, alasan klasik seperti mengurangi pemborosan dan menghilangkan proses yang berulang. Dalam survei “2023 Technology Spending Intentions” oleh Enterprise Strategy Group, efisiensi operasional disebut sebagai faktor utama pendorong transformasi digital. Lebih dari separuh dari 700+ profesional TI yang disurvei menyebut alasan ini.
Transformasi juga banyak terjadi di sisi yang langsung berhubungan dengan pelanggan. Banyak organisasi yang ingin meningkatkan pengalaman pelanggan (customer experience/CX), misalnya dengan modernisasi contact center dan peluncuran layanan digital baru. Kemampuan menciptakan produk dan layanan berbasis data berada di urutan kedua sebagai pendorong utama transformasi digital. Memberikan CX yang lebih baik dan lebih unik berada di posisi ketiga menurut survei dari Enterprise Strategy Group.
Apa Tujuan dari Transformasi Digital?
Para pendorong dari digital transformation mengarahkan organisasi pada tujuan utama atau beberapa tujuan. Namun, tujuan spesifik ini bisa berbeda-beda tergantung pada bagaimana pemimpin bisnis melihat cakupan dari inisiatif yang ada serta sumber daya yang mereka miliki.
Sebagai contoh, sebuah organisasi bisa saja fokus hanya pada tujuan untuk mentransformasi suatu proses bisnis, menghilangkan kegiatan yang redundant, atau mengotomatiskan proses manual agar terhindar dari kesalahan saat memasukkan data. Proses bisnis yang diperbarui dengan dukungan teknologi digital ini akan meningkatkan produktivitas dan kecepatan bisnis. Jenis transformasi seperti ini mengingatkan kita pada proyek reengineering proses bisnis di tahun 1990-an.
Lebih jauh dari sekadar transformasi proses bisnis, ada juga yang disebut business model transformation. Ini bertujuan untuk merombak segmen tertentu dari bisnis atau bahkan seluruh operasionalnya. Contohnya adalah peralihan dari perusahaan berbasis fisik menjadi bisnis digital, yang menunjukkan transformasi yang sangat luas. Inisiatif dengan skala sebesar ini membutuhkan pendanaan yang lebih besar dan keterampilan yang lebih beragam.
Organisasi juga bisa memilih jalan tengah, yakni memilih dan mentransformasi proses terkait dalam area bisnis tertentu, seperti Customer Experience (CX). Selain itu, ada juga jenis transformasi lain seperti domain transformation dan cultural transformation, di mana transformasi budaya hampir selalu menjadi bagian dari setiap inisiatif digital.
Apa Keuntungan Transformasi Digital?
Perusahaan-perusahaan yang berhasil mencapai tujuan transformasi digital akan memperoleh berbagai keuntungan. Keuntungan utama dari digital transformation—yang saling terkait dan bergantung satu sama lain—termasuk:
- Efisiensi dan produktivitas yang meningkat.
- Manajemen sumber daya yang lebih baik.
- Resiliensi yang lebih besar.
- Agilitas yang lebih tinggi.
- Engagement dan personalisasi pelanggan yang lebih baik.
- Respons yang lebih cepat terhadap permintaan pasar.
- Modernisasi IT.
- Inovasi yang lebih besar.
- Waktu ke pasar yang lebih cepat untuk produk dan layanan baru.
- Peningkatan pendapatan.
- Relevansi yang berkelanjutan.
Secara keseluruhan, digital transformation memungkinkan organisasi untuk sukses di era digital ini: bagi bisnis, sukses tersebut berarti pendapatan yang lebih tinggi dan keuntungan yang lebih besar. Organisasi lain seperti lembaga nonprofit dan instansi pemerintah juga dapat lebih baik memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan atau meningkatkan layanan kepada warga negara.
Apa itu Teknologi Transformasi Digital?
Teknologi adalah faktor pendorong sekaligus pendukung utama dalam digital transformation. Meskipun tidak ada satu aplikasi atau teknologi yang secara tunggal memungkinkan transformasi ini, ada beberapa teknologi yang sangat penting dalam digitalisasi organisasi:
- Cloud computing. Dengan layanan komputasi elastis dan penyimpanan data, cloud computing seringkali menjadi fondasi bagi inisiatif transformasi, bersama dengan layanan seperti sistem CRM dan ERP berbasis cloud.
- Commoditized information technology. Memberikan kemampuan bagi organisasi untuk memfokuskan investasi dan sumber daya manusia pada kustomisasi IT yang membedakan mereka di pasar.
- Mobile platforms. Memungkinkan pekerjaan dilakukan di mana saja dan kapan saja.
- Machine learning (ML) dan AI. Ketika didorong oleh program data yang komprehensif, ML dan AI memberikan wawasan yang memungkinkan organisasi untuk membuat keputusan yang lebih cepat dan lebih akurat dalam bidang penjualan, pemasaran, pengembangan produk, dan area strategis lainnya.
- Edge computing. Memberikan lapisan tambahan untuk komputasi dan penyimpanan perusahaan, memungkinkan penggunaan di berbagai industri seperti manufaktur, kesehatan, dan ritel.
- IoT. Menghasilkan data dalam jumlah besar melalui sensor yang tertanam di berbagai perangkat; kumpulan big data ini bisa digunakan untuk analisis data berbasis cloud atau edge.
- Hyperautomation. Mencakup teknologi seperti ML, AI, RPA, dan manajemen proses bisnis untuk menskalakan otomatisasi di seluruh perusahaan.
Selain itu, ada juga teknologi-transformasional yang baru muncul yang membantu organisasi bergerak lebih cepat, bekerja lebih efisien, serta menciptakan produk dan layanan baru, antara lain:
- Generative AI
- Blockchain
- 5G
- Augmented reality (AR) dan virtual reality (VR)
- Metaverse
Teknologi transformasi ini sering digunakan dalam kombinasi, bukan sebagai implementasi terpisah. Sebagai contoh, seorang produsen mungkin menggunakan 5G untuk mempercepat koneksi agar data lebih cepat tersedia dari perangkat IoT. Kemudian, data tersebut bisa dianalisis di cloud untuk mendapatkan wawasan terkait operasional di seluruh pabrik, sambil melakukan analisis di edge untuk memahami kondisi di pabrik lokal. ML bisa digunakan untuk pemeliharaan prediktif, dengan aspek penglihatan komputer (computer vision) dari AI yang berperan dalam manajemen kualitas.
“Setiap proyek inovasi selalu merupakan kombinasi dari berbagai teknologi dan proses yang dirancang dengan baik untuk mencapai tujuan bisnis,” ujar Max Ivannikov, kepala IoT di DataArt, perusahaan rekayasa perangkat lunak yang berbasis di New York.
Contoh Digital Transformation
Digital transformation dapat berbentuk berbagai macam, namun umumnya masuk ke dalam satu atau lebih kategori berikut: digitalisasi pengalaman pelanggan, membuka peluang pasar baru, memungkinkan inovasi, dan meningkatkan efisiensi operasional.
Berikut adalah beberapa contoh sukses digital transformation di dunia bisnis:
Toyota Motor North America (TMNA). Produsen mobil ini memanfaatkan hyperautomation sebagai inti dari inisiatif digital transformation mereka. Toyota telah menggunakan cloud AWS selama beberapa tahun, namun masih mengandalkan banyak proses manual untuk menangani provisioning cloud dan permintaan developer lainnya. TMNA kemudian mengotomatiskan fungsi-fungsi tersebut dengan mengimplementasikan platform pengembangan berbasis Spotify Backstage, sebuah teknologi open-source untuk membuat portal developer. Kini, para developer dapat menggunakan fitur self-service daripada mengisi formulir permintaan. Penghematan biaya yang didapat memungkinkan TMNA untuk meningkatkan investasi mereka dalam data science dan analytics.
Capital One. Bank ini telah menjadikan Machine Learning (ML) sebagai bagian integral dari program digital transformation mereka. Capital One menggunakan ML untuk mendeteksi anomali di berbagai lini bisnisnya, mendeteksi penipuan kartu kredit, dan meningkatkan permintaan. Investasi dalam ML ini merupakan bagian dari transformasi teknologi jangka panjang Capital One yang telah dimulai lebih dari satu dekade yang lalu. Sekarang, Capital One menggunakan platform berbasis cloud seperti Snowflake untuk data warehouse sebagai infrastruktur inti tempat para developer membangun model-model mereka.
Nespresso. Pembuat mesin kopi spesialti ini, yang merupakan bagian dari Nestlé Group yang berbasis di Swiss, meluncurkan sistem CRM pelanggan berbasis cloud yang memberikan akses omnichannel kepada pelanggan untuk berbelanja dan menghubungi layanan pelanggan. Pelanggan dapat menghubungi Nespresso melalui website, perangkat mobile, atau langsung ke toko. Dengan memiliki 360-degree view dari setiap pelanggan, Nespresso bisa masuk ke pasar baru dan meningkatkan penjualannya.
Domino’s Pizza. Perusahaan pizza ini berhasil melakukan transformasi digital, dengan meluncurkan layanan berbasis teknologi inovatif, seperti Domino’s Tracker, serta teknologi mobile yang membantu mempercepat pertumbuhan pesat dalam satu dekade terakhir.
Bagaimana Mengembangkan Strategi Digital Transformation
Strategi digital transformation adalah pendekatan yang direncanakan dengan cermat untuk menggunakan teknologi dan alat digital guna mencapai tujuan dan sasaran bisnis tertentu. Meskipun visi setiap organisasi terhadap kesuksesan bisa berbeda, lima langkah berikut dapat diterapkan secara luas untuk mengembangkan rencana strategis:
- Memahami pasar dan posisi organisasi di dalamnya, serta pelanggan yang ada dan yang potensial.
- Menganalisis arah pasar untuk dapat mengantisipasi potensi digital disruption dan bagaimana organisasi dapat menjadi disruptor, bukannya terdisrupsi oleh pihak lain.
- Identifikasi proposisi nilai yang ada dan potensial melalui evaluasi internal dan riset eksternal.
- Kembangkan visi tentang bagaimana seharusnya organisasi di masa depan, termasuk bagaimana produk dan layanan mereka harus berkembang untuk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan.
- Buat roadmap digital transformation yang memberikan gambaran langkah-langkah yang perlu ditempuh dari keadaan saat ini menuju kondisi masa depan.
Sebagai bagian dari perencanaan strategis ini, eksekutif harus menilai kapabilitas yang ada di organisasi—mulai dari keterampilan karyawan hingga tumpukan IT yang ada, dan merumuskan apa saja kapabilitas tambahan yang dibutuhkan serta merencanakan cara untuk mendapatkan kapabilitas tersebut. Pemimpin organisasi perlu menggunakan berbagai disiplin ilmu tradisional, seperti manajemen proyek, serta teknik-teknik terbaru seperti metodologi Agile, agar dapat berhasil membawa organisasi, budaya, orang-orang, dan teknologi mereka ke masa depan.
Digital transformation bukanlah kegiatan sekali jadi. Para ahli sepakat bahwa organisasi harus terus mengevaluasi proses dan strategi digital transformation mereka secara berkala dan menyesuaikannya untuk memaksimalkan nilai bisnis.
Apa Saja Tantangan Digital Transformation yang Umum?
Sebagian besar organisasi mengejar tingkat digital transformation tertentu, namun bukti menunjukkan bahwa mencapai tujuan tersebut bisa sangat sulit.
Survei Gartner Board of Directors 2023 menemukan bahwa 30% pemimpin digital sudah “mencapai kemajuan signifikan” menuju tujuan digital transformation mereka. Begitu juga dengan laporan IDC-Insight yang mencatat bahwa sedikit dari para pemimpin bisnis yang disurvei yang mengharapkan untuk menjadi bisnis digital yang “disruptive” dengan menggunakan teknologi dan model bisnis baru—setidaknya dalam jangka pendek. Hanya 23% responden yang mengatakan mereka berharap dapat mewujudkan digital transformation dalam skala besar pada 2024.
Hambatan budaya dan perubahan ekspektasi pelanggan termasuk dalam tantangan utama digital transformation, yang berkontribusi pada tingkat kegagalan yang diperkirakan oleh analis industri berada di kisaran 70% hingga 80%. Berikut adalah beberapa alasan paling umum mengapa kegagalan digital transformation terjadi:
- Ketiadaan dukungan eksekutif (CXO).
- Kurangnya budaya kolaboratif.
- Tidak merekrut talenta yang tepat untuk digital transformation.
- Tidak memiliki tujuan digital transformation yang jelas.
- Gagal memikirkan teknologi yang dibutuhkan.
- Mengadopsi sikap fail-fast.
- Terfokus berlebihan pada tren teknologi sesaat.
- Kurangnya pemahaman yang jelas tentang peran teknologi digital dalam transformasi.
- Tidak ada keselarasan yang lebih luas dalam organisasi.
- Tidak menginvestasikan pengawasan yang tepat.
- Tidak mengetahui nilai yang tepat serta tujuan dan hasil utama yang diinginkan.
Hambatan lainnya dalam digital transformation adalah aplikasi legacy yang tidak mendukung inisiatif digital, namun sulit untuk digantikan. Jika kelompok pimpinan enggan untuk membayar biaya penggantian teknologi lama atau gagal mendapatkan dukungan dari eksekutif dan dewan direksi untuk investasi dalam pembaruan teknologi, maka digital transformation kemungkinan besar tidak akan terjadi.
Dalam survei IDC-Insight, setengah dari para pemimpin bisnis mengatakan “kompleksitas infrastruktur” menghambat penyelesaian inisiatif digital, sementara 46% mengatakan teknologi legacy menghambat strategi organisasi.
Pentingnya Budaya Digital Transformation
Membangun budaya digital transformation sering kali disebut sebagai tugas yang paling penting bagi organisasi yang sedang mengalami perubahan transformasional. Pemimpin organisasi perlu menciptakan budaya di dalam perusahaan yang mendukung perbaikan berkelanjutan dan di mana para pemangku kepentingan terbuka terhadap perubahan yang terus-menerus. Semua orang harus siap untuk mengidentifikasi dan meninggalkan proses-proses lama yang sudah tidak efektif lagi, dan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik.
Namun, banyak organisasi yang kesulitan membangun budaya digital yang mampu mendukung dan mempertahankan transformasi.
Laporan “State of Digital Transformation 2023” dari TEKsystems menemukan bahwa faktor budaya sering kali menjadi hambatan utama dalam proses transformasi. Dalam survei yang melibatkan 855 pengambil keputusan di bidang teknologi dan bisnis, mereka menyebutkan beberapa tantangan utama: kompleksitas lingkungan yang ada, pola pikir dan perilaku yang terkotak-kotak, menciptakan budaya pembelajaran berkelanjutan, serta tantangan dalam manajemen dan implementasi perubahan.
Tanpa memperhatikan faktor budaya yang krusial ini, sebuah organisasi bisa saja memiliki teknologi modern yang memungkinkan proses yang lebih efisien atau efektif — seperti pemesanan bahan baku, pengelolaan inventaris, atau pembayaran — namun tanpa benar-benar mentransformasi cara organisasi beroperasi, apa yang mereka tawarkan kepada pemangku kepentingan, dan nilai apa yang mereka hasilkan.
Menciptakan budaya inovasi memerlukan organisasi untuk mengadopsi toleransi risiko yang lebih tinggi saat mengevaluasi teknologi baru. Dalam hal ini, pola pikir portofolio yang menerima baik kemenangan maupun kegagalan sangat penting untuk mendorong transformasi yang berkelanjutan. Tanpa perubahan budaya yang signifikan, transformasi dapat mundur kembali.
“Orang-orang memiliki cara kerja yang sudah biasa mereka lakukan — status quo,” kata David Chou, direktur kemampuan cloud di Leidos, sebuah penyedia solusi teknologi, rekayasa, dan sains yang berbasis di Reston, Va. “Jika kita tidak fokus pada ‘bagaimana saya mengubah cara orang berinteraksi dengan pekerjaan mereka?’ mereka akan kembali ke cara mereka bekerja sebelumnya.”
Peran Tim dalam Digital Transformation
Membangun tim yang tepat untuk usaha transformasi adalah komponen terpenting dari strategi digital transformation yang sukses, menurut CEO dan analis utama Metrigy, Robin Gareiss. Upaya ini “dimulai dengan pemimpin yang baik — biasanya eksekutif tingkat C dengan anggaran, pengaruh, dan rasa hormat,” kata Gareiss. Biasanya, CEO yang menunjuk orang yang bertanggung jawab atas inisiatif digital transformation.
Di beberapa perusahaan, orang tersebut bisa jadi adalah chief digital officer (CDO) atau seseorang yang dipekerjakan khusus untuk bekerja pada digital transformation, atau proyek ini bisa menjadi tanggung jawab CIO, CTO, atau COO yang memimpin inisiatif ini selain dari tugas mereka yang lain. Beberapa perusahaan juga mulai menunjuk chief AI officer untuk mengelola strategi AI.
Tim IT menangani banyak pekerjaan terkait pemilihan, implementasi, dan pengelolaan teknologi yang memungkinkan dan mendukung inisiatif ini. Tim IT yang bekerja pada digital transformation harus mampu berinovasi, menguji, meluncurkan, dan menskalakan proyek dengan cepat.
Peran kritis IT dalam digital transformation meliputi:
- Arsitek Cloud.
- Arsitek Data.
- Manajer Produk Digital.
- Pemimpin Keamanan Informasi (Infosec).
- Scrum Master.
- Integrator Sistem.
- Engineer Pengalaman Pengguna (UX).
Bagaimana Mengukur ROI Digital Transformation
Digital transformation adalah sebuah usaha yang luas tanpa titik akhir tunggal; biasanya melibatkan berbagai inisiatif yang berkelanjutan, termasuk investasi pada teknologi baru, keterampilan baru, budaya tempat kerja yang diperbarui, bahkan restrukturisasi organisasi.
Meskipun sifat digital transformation yang menyeluruh, organisasi tetap bisa mengukur sejauh mana mereka berhasil dalam perjalanan digital transformation mereka dan apakah investasi mereka memberikan hasil yang sesuai.
Para eksekutif dapat mengukur ROI yang dihasilkan oleh inisiatif digital transformation seperti mereka mengukur ROI dari proyek konvensional lainnya. Langkah-langkah untuk melakukannya meliputi:
- Identifikasi masalah atau peluang bisnis.
- Menentukan tujuan yang ingin dicapai oleh inisiatif tersebut; menetapkan tujuan membantu organisasi dalam mengalokasikan sumber daya dan mengukur kemajuan.
- Menentukan komponen dan biaya yang terkait untuk melaksanakan inisiatif tersebut.
- Menentukan metrik nilai yang menunjukkan pengembalian dari investasi digital yang sudah dibudgetkan.
- Menetapkan jangka waktu proyek dan menghitung ROI.
Kemampuan untuk menunjukkan pengembalian finansial yang meyakinkan dari inisiatif digital transformation akan semakin penting seiring dengan semakin banyaknya kompetisi untuk mendapatkan pendanaan, mengingat dunia bisnis yang berubah dengan cepat.
Bagaimana Pandemi COVID-19 Mempengaruhi Digital Transformation?
Munculnya pandemi COVID-19 pada tahun 2020 membuat digital transformation menjadi masalah kelangsungan hidup, karena perusahaan-perusahaan bergegas untuk mengaktifkan kerja jarak jauh dan melayani pelanggan yang sedang lockdown.
“Pandemi ini membangunkan banyak eksekutif C-suite, mengingatkan mereka untuk tidak lagi lambat dalam upaya digital transformation mereka, karena mereka melihat bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih matang dalam digital transformation mengalami gangguan yang jauh lebih sedikit dan gangguan yang lebih murah,” kata Rick Pastore, principal researcher di SustainableIT.org, mengenai pengaruh pandemi terhadap inisiatif transformasi.
Pandemi COVID-19 mempercepat digital transformation, karena organisasi di hampir semua industri dipaksa untuk membatasi atau bahkan meninggalkan transaksi langsung dan memvirtualisasikan sebanyak mungkin interaksi. Menurut survei Gartner, lebih dari dua pertiga dewan direksi mempercepat inisiatif bisnis digital mereka setelah gangguan yang disebabkan oleh COVID-19, dan sekitar setengah dari mereka memprediksi akan mengubah model bisnis organisasi mereka sebagai dampak dari pandemi.
Beberapa efek lain dari pandemi terhadap digital transformation meliputi:
- Peningkatan penggunaan teknologi tanpa kontak karena bisnis memperbarui sistem pembayaran mereka.
- Peningkatan adopsi opsi self-service dalam pengalaman pelanggan (CX) dan strategi omnichannel.
- Pengejaran platform e-commerce canggih dan transformasi rantai pasokan untuk mengatasi pergeseran permintaan pelanggan dan gangguan dari pemasok.
- Peningkatan minat terhadap AI dalam analisis data untuk pemodelan prediktif.
- Perubahan peran CIO dari sekadar fasilitator menjadi mitra tepercaya dalam mencapai tujuan bisnis.
Tren Saat Ini dalam Digital Transformation
Pandemi COVID-19 membuka era ketidakstabilan yang meningkat, di mana organisasi dipaksa untuk menghadapi berbagai krisis yang terjadi secara bersamaan. Inflasi menjadi perhatian utama mulai sekitar tahun 2021, bersama dengan ketidakpastian ekonomi yang muncul akibat ancaman resesi. Ancaman lingkungan dan geopolitik juga mulai menjadi perhatian.
Perkembangan teknologi yang cepat, terutama dalam bidang AI generatif, memperburuk keadaan. Kebutuhan untuk menangani peristiwa yang bergerak cepat dan tidak dapat diprediksi, ditambah dengan pembatasan ekonomi, mengubah sifat digital transformation.
“Kecepatan bisnis tidak menunggu Anda menyelesaikan program-program Anda,” kata Linh Lam, CIO Jamf, sebuah perusahaan keamanan perangkat Apple yang berbasis di Minneapolis.
Tren utama yang sedang berkembang meliputi:
- Pergeseran dari proyek besar dan terbuka menuju inisiatif yang lebih kecil dan terdefinisi dengan baik.
- Jangka waktu pengiriman yang lebih pendek untuk ROI yang lebih cepat.
- Peningkatan penggunaan metode Agile dan kerangka kerja digital transformation untuk membimbing proyek di tengah perubahan kondisi bisnis.
- Adopsi FinOps dan metode optimasi biaya lainnya untuk menjaga pengeluaran cloud tetap terkendali.
- Penggunaan platform digital dan cloud industri untuk mempercepat waktu pemasaran.
- Peningkatan ketergantungan pada hyperautomation untuk mengurangi pengeluaran dan mengalokasikan dana untuk inovasi.
Dalam konteks ini, mempromosikan budaya yang adaptif dan merencanakan perubahan yang konstan kini menjadi salah satu praktik terbaik untuk digital transformation.
Transformasi Digital di Masa Depan
Kebangkitan AI generatif — dan adopsinya yang cepat di kalangan banyak perusahaan — menjanjikan untuk merubah digital transformation.
Beberapa tahun ke depan kemungkinan akan melihat hubungan yang lebih erat antara kedua gerakan ini. Seiring waktu, batas-batasnya bisa memudar hingga akhirnya digital transformation berubah menjadi AI transformation. Perubahan ini akan mempengaruhi tujuan digital transformation serta alat-alat yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Cepatnya adopsi AI generatif akan memengaruhi digital transformation saat perusahaan berusaha untuk menciptakan kembali proses bisnis, meningkatkan produktivitas, dan memperoleh keunggulan kompetitif. Sebuah laporan dari TechTarget’s Enterprise Strategy Group menemukan bahwa 54% organisasi yang disurvei akan mengadopsi AI generatif dalam 12 bulan mendatang. Laporan tersebut, yang diterbitkan pada Agustus 2023 dengan judul “Beyond the GenAI Hype: Real-world Investments, Use Cases and Concerns,” melibatkan 670 pengambil keputusan di bidang teknologi dan bisnis.
Meningkatkan pengalaman pelanggan dan produktivitas pengembang akan menjadi kasus penggunaan awal yang penting untuk AI generatif. Meningkatkan penggunaan AI generatif dalam alat yang digunakan oleh praktisi untuk menyampaikan proyek digital transformation ini seharusnya mempercepat hasil.
Bangkitnya AI generatif juga berpotensi memperlebar jarak antara pemimpin dan pengikut dalam lifecycle adopsi teknologi. Kemungkinan untuk tertinggal semakin jauh dapat mendorong inisiatif digital transformation di mana organisasi yang tertinggal berusaha mengejar ketertinggalan dalam teknologi.
“Jika Anda terus menggunakan cara lama dalam bekerja, Anda akan kehilangan kesempatan,” kata John Cannava, CIO di Ping Identity.