Apa Itu Wiretapping?
Wiretapping adalah aktivitas penyadapan elektronik secara diam-diam terhadap komunikasi yang berbasis telepon, faks, atau internet. Aktivitas eavesdropping atau penyadapan biasanya dilakukan dengan menyambungkan ke jalur telepon dan menggunakan perangkat monitoring untuk mendengarkan percakapan telepon.
Wiretapping bisa dilakukan dengan menempatkan alat penyadap — yang sering disebut sebagai bug — langsung ke kabel komunikasi, atau bisa juga melalui mekanisme bawaan dalam teknologi komunikasi lainnya.
Baik aparat penegak hukum maupun pihak yang berniat jahat bisa memakai cara ini untuk melakukan pemantauan langsung atau merekam komunikasi. Salah satu alat wiretapping yang sering digunakan adalah packet sniffer, yaitu program yang mampu menangkap data yang sedang ditransmisikan di jaringan. Selain itu, ada juga berbagai alat lain yang digunakan tergantung pada kebutuhan dan skenarionya.
Penyadapan pada sambungan telepon bisa dipasang di kantor pusat penyedia layanan telekomunikasi, tiang telepon, atau bahkan langsung pada kabel sambungan dari luar ke rumah atau kantor. Perangkat bug juga bisa dipasang langsung di dalam perangkat. Untuk jaringan komputer dan sistem informasi, biasanya digunakan sistem surveillance yang lebih canggih.
Bagaimana Wiretapping Digunakan?
Tujuan utama wiretapping adalah untuk membuat koneksi tersembunyi ke sistem informasi atau jaringan demi mengumpulkan informasi. Di Amerika Serikat, penyadapan secara hukum harus didukung dengan surat izin resmi (warrant). Dalam banyak kasus, wiretapping ini termasuk tindakan ilegal. Beberapa contoh penggunaan wiretapping di antaranya:
- Penegakan hukum. Pihak kepolisian atau lembaga hukum lainnya menggunakan wiretapping untuk mengumpulkan informasi terkait aktivitas ilegal. Data hasil penyadapan bisa dijadikan bukti di pengadilan selama penyadapan tersebut dilakukan secara legal.
- Keamanan nasional. Lembaga seperti CIA atau FBI dapat melakukan wiretapping jika dapat membuktikan bahwa hal itu berkaitan dengan ancaman terhadap keamanan nasional.
- Pelaku jahat. Kriminal bisa memanfaatkan wiretapping untuk mengumpulkan informasi dari seseorang atau organisasi guna merugikan mereka.
- Spionase bisnis. Beberapa perusahaan mungkin melakukan penyadapan demi mendapatkan informasi pesaing. Legalitas praktik ini tergantung pada wilayah hukum setempat. Di sebagian besar negara, wiretapping diatur ketat dan biasanya memerlukan persetujuan atau perintah pengadilan. Namun, perlu dicatat bahwa hukum bisa berbeda-beda antar negara.
Apakah Panggilan di Ponsel Bisa Disadap?
Panggilan melalui ponsel memang bisa saja disadap dalam kondisi tertentu. Beberapa skenario yang memungkinkan penyadapan pada ponsel antara lain:
- Penyadapan yang sah. Aparat penegak hukum, dengan otorisasi hukum seperti surat izin, dapat menyadap dan mendengarkan panggilan ponsel dalam rangka penyelidikan kriminal.
- Pemantauan oleh pihak jahat. Pihak yang berniat jahat bisa saja berusaha menyadap panggilan ponsel menggunakan spyware atau perangkat yang telah dimodifikasi. Cara ini bisa memberi akses tidak sah terhadap data dan percakapan telepon.
Secara umum, risiko penyadapan pada panggilan ponsel tergolong rendah. Tapi, tetap bisa diminimalkan dengan menggunakan aplikasi komunikasi yang dilengkapi end-to-end encryption, serta rutin melakukan update perangkat dengan security patch terbaru.
Wiretapping dan Hukum Privasi
Hukum tentang wiretapping harus bisa menyeimbangkan antara hak privasi individu dengan kepentingan negara dan aparat penegak hukum. Dua area hukum utama yang mengatur penyadapan ini adalah hukum wiretapping dan hukum privasi.
Hukum Wiretapping
Aturan mengenai wiretapping berbeda-beda tergantung negara dan yurisdiksi. Umumnya, hukum ini menjelaskan dalam kondisi apa penyadapan diperbolehkan, seperti untuk penegakan hukum atau tujuan keamanan nasional. Perusahaan yang ingin melakukan wiretapping juga wajib mematuhi hukum tersebut dan mendapatkan izin atau persetujuan sesuai ketentuan yang berlaku.
Di AS, wiretapping diatur oleh hukum federal, namun setiap negara bagian juga punya peraturan sendiri yang bisa memperjelas atau melengkapi hukum federal tersebut. Sebagian besar hukum negara bagian mengacu pada Wiretap Act federal dan umumnya melarang perekaman audio atau penyadapan komunikasi pribadi tanpa izin. Tapi, detail aturan, syarat, dan sanksinya bisa berbeda-beda antar negara bagian.
Hukum Privasi
Karena wiretapping menyangkut penyadapan komunikasi pribadi, maka hukum privasi jadi pertimbangan penting. Hukum ini melindungi hak individu atas privasi dan bisa jadi mewajibkan perusahaan untuk mendapatkan persetujuan eksplisit sebelum melakukan wiretapping. Pemilik bisnis harus memahami dan patuh terhadap hukum privasi yang berlaku di wilayah operasional mereka.
Sejarah Wiretapping
Penyadapan sudah ada sejak era telegraf. Saat Perang Saudara di AS, tentara Union dan Konfederasi sama-sama menyadap jalur telegraf musuh. Penyadapan pertama oleh aparat penegak hukum tercatat pada 1890-an di New York.
Pada tahun 1910-an, Departemen Kehakiman New York menemukan bahwa polisi melakukan penyadapan di hotel-hotel tanpa surat izin. Mereka berdalih bahwa tindakan tersebut tidak melanggar Amandemen Keempat (yang melindungi dari penggeledahan dan penyitaan yang tidak wajar) karena hanya berlaku untuk komunikasi fisik seperti surat, bukan komunikasi telepon. Maka dari itu, penyadapan bisa tetap dilakukan di kantor pusat operator telepon tanpa melanggar hukum.
Pendapat tersebut diperkuat dalam kasus Roy Olmstead — seorang mantan polisi era pelarangan alkohol yang jadi penyelundup kaya — pada tahun 1925. Namun, kasus ini dibawa ke Pengadilan Banding dan Hakim Frank H. Rudkin menolak argumen tersebut, menyatakan bahwa perbedaan antara surat dan telepon tidak relevan, dan semua bentuk komunikasi seharusnya punya perlindungan hukum yang sama.
Tahun 1928, Mahkamah Agung AS memutuskan dengan suara 5 lawan 4 bahwa hak konstitusional target penyadapan tidak dilanggar. Dalam dissent-nya, Hakim Louis Brandeis menyatakan bahwa Amandemen Keempat seharusnya melindungi hak individu, bukan sekadar ruang fisik.
Perdebatan ini berakhir pada tahun 1968 dengan disahkannya Crime Control and Safe Streets Act yang mewajibkan adanya kemungkinan penyebab (probable cause) untuk surat izin penyadapan dan kewajiban untuk memberi tahu pihak yang disadap setelah penyelidikan selesai.
Hukum Wiretapping di Era Modern
Dengan munculnya teknologi komunikasi seperti ponsel, email, dan pesan teks di abad ke-20, muncul argumen bahwa hukum penyadapan lama tidak lagi relevan. Maka dari itu, sejumlah undang-undang baru dibuat untuk menyesuaikan, seperti:
- Wiretap Act tahun 1968. Undang-undang ini melarang penyadapan komunikasi elektronik tanpa surat perintah pengadilan.
- Electronic Communications Privacy Act (ECPA) tahun 1986. ECPA mencakup *Stored Wire Electronic Communications Act* dan menggantikan Wiretap Act. Undang-undang ini memperlonggar persyaratan penyadapan pada komunikasi kabel maupun nirkabel.
- Communications Assistance for Law Enforcement Act (CALEA) tahun 1994. CALEA memperbarui ECPA dengan mewajibkan perusahaan telepon untuk membangun jaringan yang mendukung penyadapan. Operator diwajibkan untuk menyusun dan memperbarui rencana keamanan sistem yang dilaporkan ke FCC. FCC tidak menentukan cara penyedia layanan harus memenuhi persyaratan CALEA, jadi mereka bisa membangun solusi sendiri, membeli dari vendor, atau pihak ketiga.
Program penyadapan oleh NSA (National Security Agency) terhadap warga sipil sempat jadi kontroversi sejak terungkap pada 2013. Program yang berjalan sejak 2001 ini fokus pada pengumpulan metadata, bukan isi pesan. Meski begitu, metadata juga bisa memberikan banyak informasi sensitif.