Apa itu FMEA (Failure Mode and Effects Analysis)?
FMEA (Failure Mode and Effects Analysis) adalah metode analisis yang dilakukan secara bertahap untuk mengumpulkan informasi tentang kemungkinan titik-titik kegagalan dalam desain, proses manufaktur, produk, atau layanan.
Failure Mode (FM) merujuk pada cara atau bentuk bagaimana suatu sistem bisa mengalami kerusakan atau kesalahan. Biasanya mencakup potensi error yang bisa berdampak langsung ke pelanggan. Sedangkan Effective Analysis (EA) bertugas mengevaluasi konsekuensi dari kegagalan tersebut—termasuk mendeteksi semua kemungkinan kegagalan, seberapa sering kegagalan itu bisa terjadi, dan mana saja yang perlu diprioritaskan untuk ditangani lebih dulu. Untuk membantu proses ini, analis bisnis biasanya menggunakan template FMEA.
Sebagai alat penilaian risiko, FMEA memakai skala penilaian dari 1 sampai 10. Nilai 1 berarti risikonya sangat kecil, sedangkan 10 berarti risikonya sangat tinggi.
Untuk perusahaan yang bergerak di bidang pengembangan dan manufaktur, FMEA sangat efektif dalam menekan potensi kegagalan di berbagai fase siklus hidup produk.
Jenis-jenis analisis FMEA
Ada tiga jenis utama dalam analisis FMEA:
- Design FMEA (DFMEA). Fokus pada pencegahan atau pengurangan potensi kegagalan di sistem, produk, atau proses. DFMEA membantu mengidentifikasi kemungkinan kegagalan, seberapa parah dampaknya, dan cara mencegahnya sejak awal—agar tidak menimbulkan biaya besar nantinya.
- Process FMEA (PFMEA). Digunakan untuk mengenali risiko potensial dalam proses bisnis. PFMEA mengidentifikasi fungsi proses, mode kegagalan, dan dampaknya agar risiko bisa diantisipasi sejak awal di setiap langkah proses.
- Functional FMEA (FFMEA). Berfokus pada pencegahan kegagalan sebelum diperlukan tindakan korektif. FFMEA membantu memprioritaskan mode kegagalan berdasarkan fungsinya.
Kapan sebaiknya menggunakan FMEA?
FMEA bisa digunakan oleh analis bisnis saat merancang atau memperbaiki produk/layanan, atau ketika produk/layanan yang sudah ada akan digunakan dalam cara baru. FMEA juga cocok dilakukan sebelum menyusun rencana kontrol untuk proses baru, atau setelah pelaksanaan quality function deployment. Dalam metodologi Lean production, FMEA digunakan secara berkala selama siklus hidup produk atau layanan. FMEA juga dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi dan mengurangi risiko perangkat keras yang mungkin muncul.
Biasanya FMEA digunakan ketika ada tujuan peningkatan, perubahan desain, penambahan fitur, regulasi baru, atau feedback yang masuk—karena di sinilah potensi kegagalan dan kebutuhan deteksi sering muncul.
Keuntungan menggunakan FMEA
Berikut beberapa manfaat utama dari penggunaan FMEA:
- membantu organisasi mengidentifikasi dan mengantisipasi potensi kegagalan sejak awal;
- mengurangi kemungkinan perubahan mendadak di akhir proyek akibat masalah yang terlambat terdeteksi;
- meminimalkan risiko masalah yang sama terulang lagi di masa depan;
- menyediakan panduan untuk karyawan saat menghadapi potensi kegagalan;
- mendorong kolaborasi lintas tim seperti desain, manufaktur, kualitas, pengujian, dan penjualan; serta
- menghemat biaya dengan menghindari perbaikan saat produk sudah masuk tahap pengembangan lanjut.
Langkah-langkah prosedur FMEA
Penerapan FMEA bisa berbeda tergantung organisasi. Tapi secara umum, tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
- Bentuk tim yang terdiri dari karyawan dengan pengetahuan dan pengalaman terkait sistem, desain, proses, dan kebutuhan pelanggan. Ini bisa mencakup tim customer service, desain, maintenance, manufaktur, QA, reliabilitas, testing, dan sales.
- Tentukan ruang lingkup dari sistem, desain, proses, produk, atau layanan. Jelaskan juga tujuan utamanya.
- Uraikan sistem atau proses menjadi beberapa bagian atau komponen utama.
- Identifikasi setiap potensi masalah atau single point of failure dari setiap elemen tersebut.
- Analisis penyebab kegagalan dan dampaknya terhadap sistem atau pelanggan.
- Peringkatkan setiap kegagalan berdasarkan kriteria tertentu, seperti tingkat keparahan (severity), kemungkinan terjadi (occurrence), dan kemungkinan terdeteksi (detection). Nilai-nilai ini bisa dirangkum dalam Risk Priority Number (RPN).
- Tentukan cara mendeteksi, mengurangi, dan menangani kegagalan yang paling kritis. Ini untuk memastikan risiko bisa ditekan serendah mungkin.
- Lakukan revisi terhadap level risiko jika ada perubahan atau informasi baru.