Apa itu pencurian identitas?
Pencurian identitas, atau dikenal juga dengan istilah identity theft atau bisa juga identity fraud, adalah tindak kejahatan di mana seorang pelaku memperoleh informasi pribadi yang dapat diidentifikasi (PII), seperti nomor Jaminan Sosial (Social Security) atau nomor SIM, untuk menyamar sebagai orang lain.
Informasi yang dicuri ini bisa digunakan untuk menumpuk utang dengan membeli kredit, barang, atau layanan atas nama korban, atau memberikan identitas palsu bagi si pelaku. Dalam beberapa kasus, pelaku mungkin memberikan identitas palsu kepada polisi, yang bisa menciptakan catatan kriminal atau surat perintah penangkapan atas nama korban.
Jenis-jenis pencurian identitas
Pencurian identitas biasanya dibagi menjadi dua kategori utama:
- True-name identity theft, yaitu ketika pelaku menggunakan PII untuk membuka akun baru. Contohnya seperti membuka akun kartu kredit baru, mendaftarkan layanan telepon seluler, atau membuka rekening giro untuk mendapatkan cek kosong.
- Account-takeover identity theft, yaitu ketika pelaku mendapatkan akses ke akun yang sudah dimiliki korban. Biasanya, pelaku akan mengganti alamat surat menyurat dan menggunakan akun tersebut sampai korban menyadari ada masalah. Internet memperparah hal ini karena transaksi online sering kali tidak melibatkan interaksi langsung.
Contoh-contoh pencurian identitas antara lain:
- Financial identity theft. Jenis yang paling umum, yaitu pencurian identitas untuk mendapatkan keuntungan finansial menggunakan data korban.
- Tax-related identity theft. Dalam kasus ini, pelaku mengajukan pengembalian pajak palsu dengan menggunakan nomor Jaminan Sosial korban.
- Medical identity theft. Terjadi ketika pelaku menggunakan informasi seperti nomor keanggotaan asuransi kesehatan korban untuk mendapatkan layanan medis. Tagihan palsu bisa muncul dan terdaftar atas nama korban.
- Criminal identity theft. Pelaku yang tertangkap bisa memberikan identitas orang lain kepada polisi, sehingga catatan kriminal dicatat atas nama korban.
- Child identity theft. Nomor Jaminan Sosial anak digunakan untuk mengajukan tunjangan pemerintah atau membuka akun. Karena anak belum aktif secara finansial, kerusakan sering kali tidak langsung terlihat.
- Senior identity theft. Menargetkan orang tua di atas 60 tahun yang sering dianggap sebagai target yang mudah.
- Identity cloning for concealment. Pelaku menyamar sebagai orang lain untuk menyembunyikan diri dari penegak hukum atau kreditor. Karena tidak selalu bermotif finansial, sulit dideteksi.
- Synthetic identity theft. Identitas palsu dibuat dari gabungan beberapa data PII yang berbeda. Contohnya, nomor Jaminan Sosial milik seseorang dikombinasikan dengan tanggal lahir orang lain. Sulit dilacak karena data ini tidak mewakili orang sungguhan.
Teknik pencurian identitas
Meskipun pelaku bisa saja meretas basis data untuk mendapatkan PII, para ahli menyebutkan bahwa pencurian identitas lebih sering dilakukan menggunakan teknik rekayasa sosial seperti berikut ini:
- Pencurian surat. Pelaku mencuri tagihan kartu kredit atau surat dari kotak pos korban atau kotak surat publik.
- Penggalian sampah (dumpster diving). Mengambil dokumen pribadi atau surat dari tempat sampah. Banyak orang membuang surat penawaran kartu kredit tanpa dihancurkan terlebih dahulu.
- Shoulder surfing. Pelaku mengintip saat korban mengetik data pribadi di formulir, memasukkan PIN, atau menyebutkan nomor kartu kredit melalui telepon.
- Phishing. Menggunakan email untuk menipu orang agar memberikan PII. Email phishing bisa mengandung lampiran berbahaya atau tautan ke situs palsu.
Cara mengetahui kalau identitas kamu dicuri
Pada 2017, perusahaan biro kredit besar Equifax mengalami kebocoran data yang mengekspos informasi 147 juta orang. Mereka menyetujui kompensasi sebesar $425 juta untuk membantu para korban. Kasus ini masih dianggap sebagai salah satu insiden pencurian identitas terbesar karena dampaknya yang masif dan reputasi perusahaan yang terlibat.
Tanda-tanda pencurian identitas antara lain:
- Ada penarikan dari rekening bank yang tidak kamu lakukan.
- Skor kredit turun tanpa alasan jelas.
- Tidak menerima tagihan atau surat penting.
- Ada akun atau tagihan palsu di laporan kredit.
- Ditolak dari asuransi kesehatan karena ada riwayat medis yang tidak kamu miliki.
- Mendapat surat dari IRS bahwa pengembalian pajak diajukan atas namamu.
- Diberi tahu bahwa data pribadimu termasuk dalam insiden kebocoran data.
Dampak dan pencegahan pencurian identitas
Selain kerugian finansial, korban pencurian identitas bisa mengalami kerusakan reputasi dan kredit, yang bikin sulit dapat kerja atau mengajukan pinjaman. Proses pemulihannya bisa memakan waktu bertahun-tahun.
Untuk melindungi diri, para ahli menyarankan agar kamu rutin mengecek laporan kredit dari biro besar, memperhatikan siklus tagihan, dan langsung menindaklanjuti jika tagihan tidak muncul sesuai jadwal.
Selain itu, kamu juga sebaiknya:
- Hancurkan penawaran kartu kredit yang tidak diminta.
- Waspadai transaksi mencurigakan di laporan rekening.
- Jangan bawa kartu Jaminan Sosial kecuali benar-benar perlu.
- Jangan memberikan PII melalui email yang tidak diminta.
- Hancurkan dokumen finansial sebelum dibuang.
Banyak situs jaksa agung negara bagian menyediakan identity theft kit untuk edukasi pencegahan dan pemulihan. Contohnya, Identity Theft Affidavit yang digunakan untuk mengajukan klaim resmi kepada instansi terkait jika identitasmu digunakan untuk membuka akun baru.
Kalau kamu jadi korban pencurian identitas pajak, tetap harus membayar dan mengajukan pajak seperti biasa, meskipun harus melalui jalur manual (paper return).
Pemulihan dari pencurian identitas
Tergantung pada jenis informasi yang dicuri, korban perlu segera menghubungi lembaga terkait seperti bank, perusahaan kartu kredit, penyedia asuransi, atau petugas pajak. Segera bekukan atau tutup akun untuk mencegah kerugian lebih lanjut.
Jika PII milikmu bocor dalam pelanggaran data, hubungi perusahaan terkait untuk mengetahui bantuan apa saja yang mereka sediakan bagi para korban.
Hukum dan hukuman terkait pencurian identitas
Pencurian identitas di Indonesia diatur dalam beberapa undang-undang, terutama Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.
Berikut adalah poin-poin penting mengenai hukum dan hukuman terkait pencurian identitas di Indonesia:
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP):
- Pasal 68: Setiap orang yang dengan sengaja membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000 (enam miliar Rupiah).
- Pasal 65 ayat (3) jo. Pasal 67 ayat (3): Setiap orang yang secara melawan hukum menggunakan data pribadi yang bukan miliknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000 (lima miliar Rupiah)
- Pasal 66: Setiap orang dilarang membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Pelanggaran pasal ini dapat dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 68.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):
- Pasal 378 (Penipuan): Jika pencurian identitas digunakan untuk melakukan penipuan, pelaku dapat dijerat dengan pasal ini dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
- Pasal 263 (Pemalsuan Surat): Jika identitas palsu digunakan dalam surat, pelaku dapat dijerat dengan pasal ini dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun.
- Pasal 264 (Pemalsuan Akta Otentik): Jika pemalsuan identitas dilakukan dalam akta otentik, ancaman hukumannya adalah pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun.
- Pasal 310 – 311 (Pencemaran Nama Baik): Apabila penyalahgunaan data pribadi dilakukan untuk mencemarkan nama baik seseorang, pelaku dapat dijerat dengan pasal-pasal ini.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016:
- Meskipun tidak secara eksplisit mengatur pencurian identitas dengan istilah tersebut, UU ITE mengatur perbuatan terkait akses ilegal ke sistem elektronik dan penyalahgunaan informasi elektronik yang dapat berkaitan dengan pencurian identitas. Sanksi pidananya bervariasi tergantung pada pasal yang dilanggar.
Sanksi Tambahan untuk Korporasi:
Jika tindak pidana pencurian data pribadi dilakukan oleh korporasi, UU PDP mengatur sanksi pidana denda paling banyak 10 (sepuluh) kali lipat dari jumlah denda yang diancamkan untuk perorangan. Selain itu, korporasi juga dapat dikenai pidana tambahan berupa:
- Perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh atau hasil dari tindak pidana.
- Pembekuan seluruh atau sebagian usaha korporasi.
- Pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu.
- Pencabutan izin.
- Pembubaran korporasi.
Perlindungan Hukum bagi Korban:
Selain sanksi pidana bagi pelaku, korban pencurian identitas juga memiliki hak untuk mengajukan gugatan ganti rugi berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum.
Penting untuk dicatat bahwa penegakan hukum terkait pencurian identitas di Indonesia terus berkembang seiring dengan implementasi UU PDP. Masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati dalam melindungi data pribadi mereka dan segera melaporkan kepada pihak berwenang jika menjadi korban pencurian identitas.