Apa itu Network Functions Virtualization (NFV)?

Network Functions Virtualization (NFV) adalah sebuah model arsitektur jaringan yang dirancang untuk memvirtualisasi layanan-layanan jaringan yang sebelumnya dijalankan di perangkat jaringan proprietary dan khusus. Dengan NFV, fungsi seperti routing, load balancing, dan kontrol akses firewall dikemas sebagai virtual machine (VM) atau proses yang dikontainerisasi, lalu dijalankan di atas commodity hardware—dua teknologi virtualisasi paling populer saat ini. Virtual Network Function (VNF) adalah komponen penting dari arsitektur NFV.

Beberapa VNF bisa dijalankan pada server x86 biasa, lalu dikontrol oleh hypervisor atau container host. Misi utama NFV adalah menggunakan perangkat keras standar agar tim jaringan nggak perlu lagi beli dan konfigurasi perangkat khusus secara manual untuk menyambungkan layanan. Kalau pakai perangkat fisik, tiap fungsi harus dihubungkan secara manual, makan waktu dan ruang rack, serta boros listrik.

Dengan NFV, fungsi jaringan bisa ditambahkan, dipindah, atau dimodifikasi di level server hanya dengan software—nggak perlu utak-atik hardware lagi.

Misalnya, kalau satu VNF butuh bandwidth lebih besar, tim jaringan cukup memindahkan VM-nya ke server lain atau menambahkan VM baru di server yang sama buat bantuin beban kerja. Proses ini bisa dilakukan otomatis dan jarak jauh, semuanya via software. Jadi lebih fleksibel dan mudah menyesuaikan kebutuhan bisnis atau permintaan layanan jaringan yang terus berubah.

Artikel ini bagian dari

Apa itu network virtualization? Panduan lengkapnya di sini

  • Termasuk juga topik:
  • 5 tantangan dalam network virtualization dan solusinya
  • Manfaat virtualisasi jaringan di LAN, WAN, dan data center
  • Cara kerja network virtualization

Manfaat Network Functions Virtualization

Konsep NFV pertama kali dikenalkan sama sekelompok penyedia layanan jaringan di acara SDN dan OpenFlow World Congress tahun 2012. Mereka pengen bikin cara baru supaya penambahan fungsi atau aplikasi jaringan jadi lebih simpel dan cepat, dengan beberapa keuntungan seperti:

  • proses deployment yang cepat;
  • bisa diskalakan naik atau turun dengan mudah;
  • upgrade gampang lewat software tanpa ganti hardware mahal; dan
  • biaya implementasi dan operasional jaringan jadi lebih rendah.

Solusi dari para provider ini memungkinkan layanan jaringan dijalankan di hardware standar dan murah. Dengan memisahkan software dari hardware melalui layer virtualisasi, mereka bisa membangun jaringan komersial yang fleksibel dan scalable, bahkan di data center kecil yang hemat energi.

ETSI (European Telecommunications Standards Institute) jadi pelopor pengembangan standar NFV lewat kelompok spesifikasi industrinya.

Walau NFV juga bisa bermanfaat buat perusahaan, justru provider-lah yang paling banyak pakai karena bisa bantu scaling dan optimalkan resource jaringan. Apalagi dengan tren edge computing dan micro data center yang lagi naik daun. Misalnya, kalau pelanggan minta fitur baru, provider cukup deploy fungsi itu sebagai VM—nggak perlu upgrade atau beli hardware baru.

Manfaat dasar lainnya termasuk penghematan daya dan ruang fisik di data center, karena nggak butuh perangkat keras tradisional. Ini bikin biaya operasional dan modal lebih hemat, serta ROI buat edge computing jadi lebih cepat tercapai.

Tantangan Network Functions Virtualization

Salah satu hambatan utama adopsi NFV selama ini adalah belum adanya standar yang jelas buat NFV Management and Orchestration (MANO). MANO ini penting karena:

  • jadi kerangka kerja untuk kelola infrastruktur NFV;
  • menyederhanakan proses onboarding fungsi jaringan via otomatisasi;
  • memastikan komunikasi antara komponen NFV dengan sistem operasional dan billing yang udah ada.

Tantangan lainnya adalah banyaknya proyek open source dan standar berbeda yang dikembangkan—misalnya dari ETSI, Open Platform for NFV, Open Network Automation Platform, Open Source MANO, sampai MEF. Karena banyak pendekatan dan dukungan yang beragam, jadi susah buat industri menyepakati satu arsitektur umum.

Ditambah lagi, banyak provider masih ragu karena belum bisa melihat ROI yang jelas untuk perubahan arsitektur sebesar ini. Tapi sekarang mulai terbantu dengan dua hal:

  1. penggunaan container untuk mengurangi overhead OS dan komputasi di lingkungan virtualisasi;
  2. permintaan edge computing yang meningkat, bikin provider harus lebih gesit dengan infrastruktur seperti NFV.

Arsitektur NFV

Beda dengan arsitektur jaringan tradisional yang menggabungkan software dan hardware, NFV memisahkan keduanya dengan cara memvirtualisasi proses hardware lewat layer software. Selain itu, ada juga layer ketiga berupa MANO yang mengatur infrastruktur NFV (NFVI) dan VNF agar bisa diskalakan dan di-deploy dengan cepat.

Di diagram berikut, ada tiga layer utama. Di paling bawah ada NFVI, yaitu lapisan software yang menjalankan fungsi-fungsi hardware kayak compute, storage, dan networking. VNF ada di atasnya, dan MANO ada di atas semua buat mengatur dan mengawasi semuanya.

NFV architecture
Lihat tiga layer utama dalam arsitektur NFV.

Perbandingan NFV dan SDN

NFV dan SDN (Software-Defined Networking) sering disalahartikan sebagai hal yang sama, padahal sebenarnya keduanya saling melengkapi. Tujuan NFV adalah memindahkan fungsi jaringan dari perangkat keras ke lingkungan virtual, agar lebih hemat biaya dan gampang diskalakan serta dikelola.

Sementara SDN fokus memisahkan eksekusi fungsi jaringan dari kontrol dan pengelolaan. Control plane-nya bertugas mengatur seluruh fungsi jaringan, sedangkan data plane menjalankan instruksi tersebut. Model ini cocok banget buat lingkungan yang butuh otomatisasi jaringan tingkat tinggi.

Kalau SDN dikombinasikan dengan NFVI, control plane dari SDN bisa bantu mengatur alur lalu lintas data, sedangkan NFV menjalankan fungsi routing di dalam VM atau container, baik di data center, cloud, atau edge computing.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *